Kenapa Sebagian Orang Suka Mengambil Resiko - Dopamin lah Alasannya
Dopamin - Sang Senyawa Kebahagiaan
Suka mengambil resiko, menurut definisi merupakan sesuatu menentang logika. Alasannya sering tidak dapat dijelaskan mengapa orang orang tertentu suka melakukan hal hal yang tak terduga, seperti bertaruh di blackjack, melompat dari pesawat, melakukan sulap berbahaya, - untuk imbalan yang sedikit ataupun tidak ada imbalan sama sekali.
Sebuah studi baru oleh para peneliti di Vanderbilt University di Nashville dan Fakultas Kedokteran Albert Einstein di New York City mengemukakan penjelasan biologis mengapa orang-orang tertentu cenderung suka melakukan hal hal yang berbahaya - ini melibatkan neurotransmitter dopamin, zat kimia perasaan-enak otak.
Dopamin lah yang membuat kita merasa puas setelah makan kenyang, bahagia ketika tim sepakbola favorit kita menang, atau benar-benar merasa enak ketika kita menggunakan obat perangsang seperti amfetamin atau kokain, yang secara artifisial dapat memproduksi lebih banyak dopamin dari sel-sel saraf di otak kita.
Dopamin adalah hormon dan neurotransmitter di tubuh yang berhubungan dengan rasa bahagia dan kesenangan diri. Dopamin, sebagai neurotransmitter, berperan dalam menyampaikan pesan antar sel saraf. Bersama endorfin, serotonin, dan oksitosin, julukan yang diberikan kepada ketiganya ialah "happy hormones" (atau bahasa Indonesianya hormon kebahagiaan).
Fungsi dopamin tidak cuman berhubungan dengan kebahagiaan. Fungsi lain yang dijalani oleh neurotransmitter ini antara lain motivasi diri, cara otak mempelajari sesuatu, proses menyusui, suasana hati, siklus tidur, fungsi ginjal, detak jantung, fungsi pembuluh darah dan aliran darah, proses rasa sakit, pergerakan tubuh, pengendalian mual dan muntah.
Namun apabila berlebihan kadarnya maka seseorang akan menunjuki beberapa tanda seperti halusinasi (mendengar atau melihat hal yang sebetulnya tidak ada), senang berlebihan (mania), delusi (meyakini suatu hal yang tidak nyata).
Dopamin juga lah yang membuat kita merasa enak dan kecanduan ketika melakukan hal hal yang berbahaya seperti terjun payung dari pesawat, terjun lenting, melompat terjangnya tangga menggunakan roller blade, berbalap mobil dan sebagainya.
David Zald, seorang profesor psikologi dan psikiatri di Vanderbilt, mempelajari apakah otak para pencari sensasi itu berbeda dalam hal apa pun dengan otak orang-orang yang kurang bertualang ketika berbicara tentang dopamin. Dia memberi 34 pria dan wanita kuesioner untuk menyelidiki reaksi kegiatan petualang mereka, kemudian memindai otak mereka menggunakan teknik yang disebut positron emission tomography untuk mengetahui berapa banyak reseptor dopamin yang dimiliki para peserta. Zald dan timnya sedang mencari reseptor pengatur dopamin tertentu, yang memonitor level neurotransmitter dan memberi sinyal pada sel-sel otak untuk berhenti memproduksinya ketika sudah cukup.
Penelitian sebelumnya pada tikus telah menunjukkan bahwa hewan yang cenderung mengeksplorasi dan mengambil lebih banyak risiko di lingkungan baru juga cenderung memiliki lebih sedikit reseptor penghambat ini, dan Zald ingin mengetahui apakah hal yang sama berlaku pada manusia.
Mereka berpendapat bahwa, seperti tikus, manusia yang lebih spontan dan ingin mengambil risiko memiliki lebih sedikit reseptor pengatur dopamin daripada mereka yang lebih berhati-hati.
Anda mungkin sering mendengar istilah "fight-or-flight" dalam bahasa Inggris, yang artinya 'hadapi atau lari'. Kortisol adalah salah satu hormon yang membuat kita memutuskan apakah "fight-or-flight" dalam situasi darurat. Apa yang peneliti temukan adalah para pengambil resiko tinggi - mereka tidak menghasilkan kortisol yang memadai. Yang mereka hasilkan lebih banyak adalah dopamin, neurotransmitter yang dikaitkan dengan kesenangan.
| Home | Cara Membeli | Contact Us | About Us | Sitemap | BanSos |